Menteri Koordinator (Menko) bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Muhadjir Effendy mengharapkan Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) mampu menyelesaikan masalah ketimpangan dalam akses teknologi digital.
Hal tersebut disampaikannya saat menjadi Keynote Speaker dalam acara Halalbihalal UICI yang digelar secara hybrid pada Rabu (11/05/2022).
Ia mengatakan berkembangnya teknologi digital dan revolusi industri 4.0 belum tentu akan menjamin peradaban manusia semakin berkualitas.
Hal ini lantaran banyaknya kecenderungan negatif dari perkembangan digital berupa maraknya penyesatan informasi, hoaks, dan ujaran kebencian.
“Di abad ini jagad digital juga banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan ragam kejahatan digital, propaganda, okupasi yang meninggalkan akses bagi kemunduran kualitas peradaban digital itu sendiri,” kata Muhadjir.
Muhadjir menyampaikan dalam rangka menjaga kualitas peradaban digital itu, pemerintah telah membuat berbagai kebijakan agar perkembangan digital ini bermanfaat untuk masyarakat.
Salah satunya adalah dengan mengesahkan Undang-Undang (UU) nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE).
“Berbagai aturan pelaksanaannya oleh pemerintah juga telah dilengkapi dengan mempertimbangkan masukkan dari berbagai pihak, termasuk dari organisasi masyarakat dan akademisi,” lanjut Muhadjir.
Selain itu, Muhadjir mengatakan bahwa pemerintah dan DPR tentang menyiapkan UU tentang perlindungan data pribadi sebagai panduan untuk memanfaatkan teknologi digital.
Lebih lanjut, Muhadjir mengungkapkan penggunaan teknologi digital di Indonesia mengalami peningkatan yang pesat sejak adanya pandemi Covid-19.
Namun, penggunaan teknologi digital yang semakin masif itu telah membawa ketimpangan dalam hal akses teknologi. Hal ini berkaitan dengan konteks keadilan dan kesejahteran digital yang menuntut adanya pemerataan akses masyarakat terhadap sarana-prasarana teknologi digital.
“Untuk masyarakat urban yang memiliki akses cukup besar tidak ada masalah, tetapi masyarakat plural yang jauh dari akses internet, jauh dari akses teknologi informasi tentu saja dia akan semakin tertinggal,” jelasnya.
“Satu sisi ini adalah proses percepatan, tetapi di satu sisi ada yang tertinggal dan yang tertinggal akan semakin jauh tertinggal,” imbuh Muhadjir.
Karena itu, menurut Muhadjir, tugas dari akademisi dan cendekiawan untuk ikut membantu mewujudkan kesejahteraan digital dan mengentaskan ketimpangan akses teknologi digital ini.
Melalui kampus UICI, dia berharap ada kontribusi nyata untuk membantu pemerintah menyelesaikan masalah ketimpangan ini.
“Maka tugas UICI termasuk KAHMI bagaimana memastikan bahwa yang tidak terjangkau ini tidak tertinggal terlalu jauh. Dan kita harus punya misi suci bagaimana kita ikut terlibat dalam penanganan ini,” pungkasnya. (*)