Bentuk-Bentuk Kejahatan Tindak Pidana korupsi di Indonesia

Kejahatan tindak pidana korupsi pada dasarnya bukan saja merugikan negara. Lebih dari itu Kejahatan tindak pidana korupsi berdampak pada keberlangsungan hidup negara dan masyarakat.

Berbagai upaya pemberantasan korupsi dijalankan, melalui regulasi, kebijakan-kebijakan, gerakan melawan korupsi, pemberian efek jera kepada koruptor, ancaman sanksi berat, hingga upaya pemiskinan koruptor.

Namun faktanya praktik korupsi masih menjadi kebiasaan hidup para elit, pejabat dan pengusaha juga penguasa.

Para pelaku korupsi biasanya adalah kelompo yang terjebak dengan gaya hidup hedon, korupsi demi pelanggengan kekuasaan, praktik jual beli jabatan. Singkatnya tindak pidana korupsi menjadi tradisi yang terus melekat pada kehidupan para pejabat, elit, penguasa dan pengusaha di Indonesia.

Dapat dipastikan setiap tindakan kejahatan korupsi merupakan tindakan yang merugikan keuangan negara ironisnya uang tersebut hasil dari pungutan pajak rakyat.

Meskipun selama ini para pelaku kejahatan tindak pidana korupsi telah banyak yang di hukum sebagai sanksi pidana dijatuhkan oleh negara akan tetapi tidak menjadikan cerminan baik bagi para pelaku melainkan justru mereka masih berusaha dengan sekuat tenaga dan pikirannya untuk mengulangi kembali praktik korupsi.

Penjatuhan pidana bagi para pelaku tindak pidana korupsi yang selama ini di berikan oleh negara tidak membuat para pelaku takut atau jera justru akan semakin menjadi-jadi karena kejahatan korupsi ini tidak bersifat paralel (satu bentuk kejahatan) melainkan ada banyak bentuk kejahatan yang sudah mengakar di negara Indonesia.

Bentuk Kejahatan Korupsi

Bentuk-bentuk kejahatan yang sering dilakukan oleh para pelaku tindak pidana korupsi dapat dilihat dalam Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.

undang-undang ini akan menjadi instrumen hukum dalam memahami bentuk kejahatan tindak pidana korupsi, secara garis besar ada 7 bentuk kejahatan tindak pidana korupsi, antara lain :

Suap-menyuap.

Dalam kejahatan tindak pidana korupsi suap merupakan suatu perbuatan yang memberikan atau menerima sejumlah barang atau uang dalam rangka berbuat atau tidak berbuat sesuatu serta memiliki nilai pertentangan keharusan atau larangan yg diperintahkan menurut Undang-undang.

Biasanya bentuk tindak pidana suap ini sangat berkaitan dengan mereka yang memiliki kedudukan jabatan serta diberikan wewenang oleh negara dalam menjalankan suatu tugas jabatannya. Misalnya memberikan sesuatu atau menjanjikan sesuatu pada hakim. Kasus penyuapan pada hakim ini pernah terjadi dilingkungan peradilan di Indonesia dimana hakim yang sedang menangani perkara menerima sejumlah uang (suap)
diantara para hakim yang tersandung suap.

  • Itong Isnaeni Hidayat (sengketa hubungan industrial).
  • Edy Wibowo (pengurus kasus di lingkungan kasasi tentang pailit)
  • Sudrajad Dimyati (agar putusan sesuai dengan keinginan pemberi suap).

Artinya yang menjadi sasaran kejahatan ini tertuju kepada mereka yang senantiasa menjalankan tugas dalam jabatan sebagai seorang pegawai negeri sipil.
Perbuatan suap secara jelas diatur didalam pasal 13 Undang- undang No. 20 tahun 2001 tantang tindak pidana korupsi.
Bahwa :
“Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling banyak 150.000.000”.

Kerugian Keuangan Negara

Menurut UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
“kerugian negara diartikan sebagai kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja (culpa lata) maupun lalai (dolus)”. Sedangkan kerugian keuangan negara dapat di tafsirkan sebagai berkurangnya keuangan negara yang disebabkan adanya perilaku atau kejahatan yang dilakukan oleh Orang perorangan atau institusi atau instansi (korporasi).

Hal ini juga senada dengan penjelasan UU No. 31 tahun 1999 bahwa :
“kerugian keuangan Negara adalah berkurangnya kekayaan Negara yang disebabkan suatu tindakan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang / kesempatan atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan atau kedudukan, kelalaian seseorang dan atau disebabkan oleh keadaan di luar kemampuan manusia (force majure).

Artinya kerugian negara dalam bentuk kejahatan ini memiliki tafsiran bahwa perbuatan yang merugikan tersebut tidak semata-mata dilakukan berdasarkan kesadaran, kesengajaan (culpa lata) oleh para pelaku melainkan adanya kelalaian yang diluar kehendak (dolus) para pelaku. Akan tetapi kedua persoalan ini selama menimbulkan kerugian negara perbuatan tersebut dapat di lakukan suatu penindakan hukum. Perbuatan ini mensyaratkan ada Uang negara sebagai dasar dapat di tindak sebagai pelaku tindak pidana korupsi.

Pemerasan

Pemerasan merupakan pemaksaan kehendak, atau upaya paksa oleh para pelaku kejahatan korupsi supaya orang lain atau sekelompok orang dapat menyerahkan untuk memberikan, menghapus atau menerima potongan atau membayar potongan. Pemaksaan dalam bentuk ini harus mereka yang memiliki kekuasaan, atau kewenangan atau pegawai negeri serta sedang menjalankan tugas yang berikan oleh negara dengan kekuasaan tersebut. Dengan fasilitas itu pelaku tindak pidana korupsi dengan mudah menjalankan kejahatan nya.

Artinya perbuatan ini disyaratkan adanya suatu pemaksaan dalam melaksanakan kejatahan dan pelaku haruslah pegawai negeri sipil (PNS) dan aparatur sipil Negara (ASN) yang sedang menjalankan tugas.

Hal ini didasarkan pada penjelasan Pasal 12 huruf e bahwa :

“Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000.- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000.- (satu milyar rupiah)” : e. Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Perbuatan Curang

Perbuatan curang dapat diartikan perbuatan yang membohongi orang lain yang dilakukan dengan sengaja serta dapat membahayakan orang lain. Perbuatan curang dalam tindak pidana korupsi ini biasa dilakukan oleh pelaku sebagai seorang pemborong atau pengadaan bahan bangunan serta sebagai pengawas proyek tersebut.

Hal ini dapat dilihat pada Pasal 7 ayat (1) huruf a, b, c, d Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi bahwa :

Pasal 7 ayat (1)

“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah)”:

a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;

b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a;

c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau

d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c.

Pasal 7 Ayat (2) .

Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Penggelapan dalam Jabatan.

penggelapan merupakan suatu kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dimana barang atau Uang sesuatu di bawah kuasa atau kendali pelaku kejahatan tindak pidana korupsi tersebut. Dalam menjalankan kejahatan ini para pelaku adalah seorang pejabat publik yang memiliki kekuasaan atau wewenang dalam tugas. dengan wewenang tersebut pelaku dapat dengan mudah melakukan tindak pidana penggelapan diantaranya membuat laporan palsu, menggelapkan uang, menghancurkan barang bukti, membiarkan orang lain menghancurkan barang bukti.

Perbuatan ini memiliki padanan hukum tertuang dibeberapa pasal didalam Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi diantaranya :

Pasal 8

“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut”

Pasal 9.

“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi”.

Pasal 10.

“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja:
a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau
b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau.
c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.

Pada prinsipnya kejahatan penggelapan ini adalah sesuatu fasilitas yang dipercayakan kepada nya untuk di kelola, dimanfaatkan atau dijalankan akan tetapi disalah gunakan sehingga seolah-olah fasilitas tersebut tersebut hilang atau hancur padahal fasilitas tersebut digunakan atau dihancurkan oleh pemegang kuasa atau kendali oleh pelaku tindak pidana tersebut.

Gratifikasi.

Gratifikasi bisa ditafsirkan sebagai pemberian sesuatu oleh seseorang yang yang mengharapkan sesuatu terhadap orang yang diberikan. pemberian dalam tindak pidana gratifikasi ini tidak perlu harus ada akad atau perjanjian sebagai bentuk kesepakatan antara pemberi dengan penerima gratifikasi. Dan pemberian ini biasanya dilakukan kepada mereka yang memiliki kekuasaan atau wewenang dalam menentukan sesuatu, atau sedang menangani suatu perkara, dengan pemberian tersebut bisa melakukan sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.

Penjelasan gratifikasi ini juga dapat ditemukan didalam Pasal 12B Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.

Pemberian dalam kejahatan ini dapat ditafsirkan secara luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. 

Menurut Pasal 12B ayat (1) Undang-undang No. 20 tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi
Bahwa :

“Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap memberi suap, bila berkaitan dengan kedudukannya dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya,”

Pasal 12C ayat (1) Undang-undang No.20 tahun 2001 tentang tentang Tindak Pidana Korupsi Bahwa :

“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.

didalam melaksanakan suatu kejahatan ini mensyaratkan bahwa meskipun para pelaku tidak memiliki akad atau kesepakatan didalam melaksanakan tindak pidana gratifikasi, tetapi para pelaku dapat dipidana apabila tidak melaporkan pemberian (gratifikasi tersebut) kepada para pejabat atau instansi yang berwenang dalam mengadili tindak pidana korupsi.

Benturan Kepentingan dalam Pengadaan.

Benturan kepentingan dapat diartikan sebagai persaingan, gesekan, yang dilakukan oleh pelaku kejahatan tindak pidana korupsi untuk mendapatkan atau memenangkan sesuatu. Kejahatan dalam bentuk ini biasnya dilakukan dalam rangka pengadaan suatu barang atau jasa yang memiliki kepentingan pribadi atau kelompok bagi pelaku kejahatan serta memiliki kekuasaan atau wewenang.

Sebagai contoh :
-perekrutan PNS yang di ambil berdasarkan kedekatan atau kekerabatan.

  • pemenangan tender proyek yang tidak berdasarkan kualifikasi yang ada.
  • pengeluaran ijin tidak sesuai dengan jangka waktu (diskriminatif)

Secara jelas bahwa bentuk kejahatan tindak pidana korupsi ini akan merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara serta kejahatan yang dilakukan sangat berdampak luas bagi masyarakat.

Oleh : Ahmadin (Aktvis kelahiran Bima NTB dan Mahasiswa Hukum Universitas Bung Karno Jakarta)